December 19, 2011 0 comments

Keengganan

Ketika pertama kali gua bermain dengan teman seangkatan. Jujur aja gua masih rada kaku bergaul dengan mereka. Karena gua hanya sekedar kenal nama mereka saja dan tidak akrab sama sekali. Ada sedikit canggung ketika berbicara dan bercanda seperti layaknya bertemu orang baru. Hanya Robbie dan Roy yang sedikit gua kenal akrab dan bisa santai ngobrolnya.

Namun ketika bermain game perlahan namun pasti suasana kaku yang gua alami menjadi cair dan keakraban mulai hadir. Hal ini sangat membuat gua nyaman mengingat gua ga punya cukup banyak teman akrab di Jatinangor selain Rohan. Hari-hari gua perlahan berubah dengan banyak aktivitas. Tentunya aktivitas bermain game yang sudah menyedot banyak waktu gua. Pada saatnya nanti hampir seluruh waktu habis terbuang hanya untuk game. namun itulah masa-masa sangat menyenangkan dalam kehidupan kampus gua.

Meskipun hari-hari gua habis dengan game tetap aktivitas organisasi tidak gua tinggalkan. Pada saat itu gua aktif di SAR dan Merpati Putih. Di SAR gua masih anggota muda yang kerjaanya cuma pembantu umum di setiap kegiatan. Yah gua pikir ga apa-apa daripada ga sama sekali. Seharusnya pada saat itu gua wajib mengikuti mabim (masa bimbingan) untuk anggota muda tapi karena gua males gua ga pernah hadir. Ada perasaan sangat malas ketika pergi ke sekre SAR. Setiap kali ada acara setiap kali pula gua berusaha menghindar tapi terkadang gua sering hadir. tanpa gua sadari secara konsisten gua hadir hampir di seluruh kegiatan SAR. Gua ga tahu kenapa gua begitu malas pergi ke sekre SAR. Apa karena senior pada saat itu masih bercokol? atau ga mau ikut kegiatan dan lebih enak kumpul bareng temen di kosan? gua juga ga tahu pasti.

Di Merpati Putih secara konsisten gua sering latihan seminggu dua kali. Hampir tidak pernah bolos latihan ketika awal-awal masuk. Meskipun ketika latihan bersama di Bandung gua sering kena hukuman gara-gara telat bayar uang bulanan, gua ga peduli dan tetap latihan. Namun apda akhirnya ketika hampir satu tahun latihan, sedikit demi sedikit gua ga pernah hadir. Padahal itu persiapan naik tingkat. Game lah yang membuat gua secara tidak sadar menjauhkan gua dari dunia kancah persilatan. Gua mengakuinya dalam hati sambil terus bermain...yah segala sesuatu ada konsekuensinya bukan?
0 comments

Eng ing eng...

Saat yang dijanjikan telah tiba. Gua bersepakat sama Robbie dan Roy untuk mengundang anak-anak yang suka main game untuk berjibaku ke dalam dunia abad pertengahan. pertempuran perdana untuk kemenangan. Setelah obrolan ngalor-ngidul yang telah kami lakukan kini saatnya pembuktian. Kami bertiga langsung menjemput satu persatu teman-teman yang ingin main game AOE. Ternyata banyak juga teman yang tertarik. Penjemputan ini bukan dilakukan dengan fisik tapi cukup di sms saja dan secara perlahan teman-teman merapat. Tempat pertemuan utama di kosan Kurnia yaitu tempat Abu, Roy, dan Ratno bersemayam. 

Akhirnya berkumpulah delapan orang anak yang akan bermain. Gua, Robbie, Roy, mamat, Ratno, Bonae, Ade, dan Jaua. Setelah berkumpul langsung kita menuju Batara, sebuah tempat rental game yang cukup banyak jumlah komputernya. Saat itu kami bermain selepas isya yah kira-kira jam setengah delapan malam. Kenapa kita main di Batara? karena sebagian besar teman sudah familiar dengan tempat itu karena tahun pertama kuliah, mereka sering main CS di sana. Kebetulan batara tidak terlalu penuh saat itu, sehingga kami bisa langsung bermain tanpa menunggu terlebih dahulu. 

Ternyata tidak satupun di antara kami yang sangat menguasai AOE sehingga pada awal main bingung ketika menentukan settingan. kami hanya tahu main saja jadi bingung bagaimana caranya mengatur tim supaya acak, kemudian jenis permainan yang diinginkan termasuk map nya. Semuanya asal-asalan namun tidak membuat kami pusing. Hanya main saja yang kami utamakan. Ketika permainan berlangsung selama beberapa waktu terlihat jelas sebagian besar teman gua masih terlihat kaku ketika bermain. Beberapa diantaranya bahkan baru pertama kali bermain AOE. Terlihat yang cukup sedikit terbiasa hanya gua dan Ade, sisanya masih meraba-raba. meskipun demikian bukan berarti gua selalu menang bermain karena gua juga masih meraba-raba. Kerap kali kami kebingungan bagaimana mengalahkan musuh dan cara menangani kekuatan musuh. Semuanya terlihat begitu baru dan mengasyikan bagi kami. 

AOE akhirnya selesai dimainkan. Dua jam sudah berlalu dan kami sudah cukup lelah dan bisa membatasi diri untuk tidak terus bermain. Sepanjang jalan pulang kami selalu bercerita tentang jalannya permainan. ketidak-tahuan kami tentang game tersebut membuat menarik untuk diperbincangkan sehingga teman-teman tertarik untuk mengetahui lebih dalam tentang game tersebut. Tidak banyak yang dilakukan malam itu, setelah selesai main game kumpul sebentar di kosan Kurnia kemudian satu persatu pulang ke kosan masing-masing.
0 comments

Membuka awalan

Aku, Robbie dan Roy akhirnya memutuskan untuk bermain game AOE di Jitoe milik si bapak. Kami bermain tiga jam penuh mulai dari jam delapan malam hingga jam sebelas malam. Permainan malam itu penuh kebodohan menurutku, karena kami bertiga tidak mengetahui dengan pasti bagaimana caranya bermain. Ada banyak pilihan permainan yang ditawarkan tetapi kami hanya memainkan satu jenis saja. Karena ketidaktahuan kami sehingga permainan cenderung monoton pada akhirnya. Namun karena kami masih terkesima dengan game ini sehingga perasaan monoton bisa hilang berganti perasaan puas dan senang dengan game yang saat itu kami mainkan. Di kemudian hari kami cukup menguasai game ini karena seringnya kami memainkannya. Bahkan kami mentertawai kebodohan yang kami lakukan ketika memainkannya pada malam ini. 

Tak hentinya kami bertiga menceritakan jalannya permainan sepanjang jalan pulang. Malam sudah larut tetapi terasa hangat bagi kami karena antusiasme terhadap game AOE. Besok atau lusa kami akan memainkannya kembali. Di depan jalan Ciseke akhirnya aku berpamitan berbelok pulang sedangkan kedua temanku meneruskan jalannya menyusuri jalan raya Jatinangor untuk ke kost-annya. Kebetulan kost-annya di pinggir jalan raya tak jauh dari jalan utama Ciseke. Sedangkan aku menyusuri jalan Ciseke yang mulai sepi, terkadang sesekali bertemu dengan satu atau dua mahasiswa. Daerah Ciseke ini dominan dihuni oleh mahasiswa karena banyaknya kost-kostan yang ada di wilayah ini. Namun bukan berarti penduduk asli tidak ada, hanya jumlah mereka tidak sebanyak mahasiswa. Cukup lama aku menyusuri jalanan Ciseke ini dengan perlahan mencoba untuk menikmati malam yang sunyi dan jalanan yang lengang. Suara orang tertawa dan obrolan memcah kebisuan malam ketika aku melewati Warkop Gemboel. Itulah satu-satunya tempat yang tetap ramai meskipun malam telah larut. 

Akhirnya aku tiba di kost-anku. Aku sedikit khawatir pintu gerbang kost-anku sudah dikunci. Untunglah ketika aku tiba jam sebelas lebih tiga puluh, gerbang belum dikunci. Secepatnya aku masuk kamar dan rebahan. Agak lama aku menerawang jauh ke medan pertempuran dimana aku tadi memainkannya. Mengharapkan kemenangan demi kemenangan tiada henti namun yang ada hanya kebingungan demi kebingungan yang terjadi. Itulah kenapa ketika mencoba tidur pun mataku sulit dipejamkan. Setelah satu jam berlalu akhirnya akupun terlelap tidur. 

Kebiasaan pada saat itu ketika dunia game tidak menghantuiku dan waktuku tidak terbalik antara siang dan malam. Aku selalu bangun jam lima pagi kemudian sholat subuh setelah itu mendengarkan radio sampai jam tujuh pagi. Hari ini aku malas untuk sarapan jadinya hanya minum air teh manis hangat. Setelah itu mandi dan bersiap untuk berangkat kuliah. Rambut ikal setengah punggung aku gosok-gosok dengan handuk supaya air tidak menetes lagi. Aku biarkan rambutku tergerai bebas ketika berpakaian. Ada sedikit tetesan air yang masih berjatuhan ke baju ketika aku mulai berkemas. ”Bismillah” ucapku ketika melangkahkan kaki keluar kost menuju kampus. Rasanya segar pagi itu, aku berjalan cukup cepat agar tidak terlambat. Setelah berbelok-belok melewati jalan tikus di daerah Ciseke sampailah aku di gerbang kampusku Unpad. Dari gerbang sampai fakultas komunikasi tempat aku kuliah cukup jauh Kira-kira 500 meter. Maka aku naik angkot yang berada di area dalam kampus. Cukup membayar rp 400 sudah bisa sampai ke tujuan. 

Suasana kampus masih lengang, maklum masih pagi. Segera aku ke lantai dua gedung dua fakultas komunikasi (fikom). Di ruangan tempat materi akan disampaikan sudah berkumpul hampir semua temanku. Karena aku berteman akrab dengan Purnama dan Arga, kedua orang itulah yang pertama kali aku hampiri. ”oi Pur, ada tugas ga?” kataku memulai pembicaraan. ”ga ada Cep, palingan juga tugas doi. Udah Belum?” kata Purnama “Wah belum Pur Euy. Ntar aja dah dikerjainnya pas pulang kuliah.” Jawabku “Wah urang ge acan euy, bantuan Pur.” Kata Arga tiba-tiba “Nya geus lah engke lamun teu hoream urang kerjakeun.” Kata Purnama membalasnya Percakapan itupun segera diakhiri karena dosen masuk dan materi pun dimulai. 

Aku agak lupa pada saat itu materi apa yang diajarkan sang dosen. Hanya beberapa kata yang aku ingat seperti informasi, jaringan, user dan semua hal yang berhubungan denga kepuasan pengguna. Yah mungkin aku hanya menebak materinya tetapi setiap materi yang diajarkan di dunia perpustakaan adalah hal-hal semacam itu sehingga aku cukup ingat tentang kata kunci hampir di setiap materi. Satu setengah jam materi itu dibawakan sang dosen. Cukup lumayan membuat otakku penuh dengan ilmu dan membuat perutku kosong. Tetapi cukup untuk bertahan satu atau dua jam lagi menuju makan siang. 

Setelah dosen keluar ruangan, suara obrolan pun langsung ramai terjadi. ”wuih tadi malem keren banget” Robbie memulai pembicaraan diantara sekumpulan teman kami. Ada Ade, Roy, Mamat, bonay, Jaua dan Ratno. Mereka berkumpul di satu sudut yang bersebrangan dari tempat aku, Purnama dan Arga duduk. Suara Robbie cukup terdengar oleh ku sehingga aku pun tertarik mendengarnya. ”Cep ke sini, kita ngobrol yang semalem.” Kata Robbie dari arah kerumunan. Segera aku menghampiri mereka. ”Nih de si Cecep jago maen AOE nya.” Kata Robbie “Wah bener de.” Roy menimpali opongan Robbie “Ah ngga ko, Cuma biasa aja.” Kataku ”Wah bisa nih kita maen AOE, gua tau tuh gamenya. Di kost sering maen sendiri. Mau ga kita maen?” kata Ade Serentak semuanya menjawab ”oke” ”Wah gua sering maen tuh game, boleh kita coba.” Kata Jaua menimpali. 

Kemudian obrolan pun berkisah tentang permainan semalam. Betapa lihainya Robbie bercerita sehingga membuat para pendengarnya bersemangat untuk bermain game AOE. Namun semua pembicaraan itu tidak langsung terwujud, karena kami sepakat bahwa main game harus dilakukan ketika libur tiba atau weekend. Alasannya sih sederhana, supaya kuliah tidak terganggu dengan keasyikan main game. Materi kedua kuliah pun di mulai di ruangan yang sama selama satu setengah jam dengan materi yang berbeda. Pada saat itu aku benar-benar mengantuk
 
;